PERKEMBANGAN MORAL MENURUT “LAWRENCE KOHLBERG”


PERKEMBANGAN MORAL
MENURUT “LAWRENCE KOHLBERG”
A.    Perngertian Perkembangan Moral

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pengertian dari perkembangan moral akan lebih baik kita terlebih dahulu memahami satu persatu suku katanya, kata pertama yaitu mengenai perkembangan dan kata kedua yaitu moral, agar pemahaman kita mengenai pengertian perkembangan moral bisa lebih optimal.

Pengertian perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru (Reni Akbar Hawadi : 2001). Helden (1977) dan Richards (1971)  berpendapat moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan.Pengertian perkembangan moral telah kita mengetahui arti dari kedua suku kata yaitu perkembangan dan moral maka selanjutnya yaitu kita muali memahami arti dari gabungan dua kata tersebut “Perkembangan Moral” Santrock (1995) Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial.
B.     Perkembangan Moral menurut Lawrence Kohlberg
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama.
C.    Tahap – tahap perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. ketiga “tingkat” itu adalah tingkat prakonvensional, konvensional dan pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu.



Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional kita menemukan:
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.



Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.
D.    Contoh Tahap – tahap perkembangan moral menurut Lawrence Kohlberg
Tahap 1
Orientasi hukuman dan kepatuhan
Ø  Ketika seorang siswa harus mematuhi perintah dari gurunya agar tidak mendapatkan hukuman.
Ø  Seorang siswa rajin belajar agar dia bisa menjadi seorang juara kelas.
Ø  Seorang siswa akan rajin belajar agar mendapat nilai bagus dan maksimal karena orang tua menjanjikan sebuah hadiah ketika ia menjadi juara.
Ø  Seorang anak tidak mau berkelahi dengan temannya karena jika berkelahi akan diberi sanksi oleh ibunya.
Ø  Agar tidak dihukum oleh ayahnya, seseorang anak atau remaja menurut patuh terhadap perintah orang tuanya walaupun ia tidak senang,contohnya tidak boleh pulang pulang terlalu larut.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental
Ø  Anak aktif sesuai anjuran guru agar dipuji.
Ø  Seorang siswa mempunyai sebuah pekerjaan rumah dari gurunya dia meminta kakaknya untuk membantunya dan jika kakak membantunya dia akan membantu kakaknya membersihkan pekerjaan rumah.
Ø  Tetap melakukan keinginan yang ada pada dirinya walau dilarang oleh orang tua karena itu merupakan potensinya namun tetap menghargai pendapat orang tua contohnya seorang anak mengikuti kegiatan disanggar tari karena itu merupakan potensinya namun karena dilarang oleh orang tua sebab sering pulang larut sehingga dia mngikuti kegiatan tari tesebut namun dia tetap pulang lebih awal.
Ø  Dalam melakukan atau memberikan sesuatu kepada orang lain, bukan rasa terima kasih atau sebagai curahan kasih sayang, tetapi bersifat pamrih. Contohnya kegiatan jual beli.
Ø  Siswa akan membayar uang sekolah dan mereka berhak menerima apa yang telah menjadi hak mereka seperti.
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”
Ø  Seorang anak ikut membantu kerja bakti didesanya agar warga sekitar berpandangan baik padanya.
Ø  Berperilaku sopan dan santun kepada yang lebih tua.
Ø  Seorang anak selalu mengutamakan rasa kebersamaan dengan sahabat baiknya jika sahabatnya sedih maupun senang terkesan dengan sahabat sejati
Ø  Agar anak dikatakan sebagai anak yang baik, maka anak mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang tuanya. Seperti bangun lebih awal ketika hari libur untuk membantu pekerjaan rumah sang ibu.
Ø  Selalu ramah kepada para tetangga untuk lebih menjalin rasa persaudaraan seperti sering mengantarkan makanan, mengunjungi rumahnya.dll
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban
Ø  Dalam ketertiban lalu lintas dianjurkan menggunakan helm SNI dan membawa SIM untuk ketertiban bersama.
Ø  Seorang siswa harus mematuhi tata tertib disekolah. Contoh : memakai seragam lengkap dalam upacara bendera.
Ø  Untuk menjaga keamanan dan ketertiban dilingkungan seorang yang berkunjung lebih dari 24 jam atau menginap wajib untuk melapor pada RT atau RW setempat.
Ø  Tertib dalam administrasi yang menyangkut kepentingan bersama. Contohnya membayar pajak , lisrik dan tagihan lain tepat waktu.
Ø  Aparatur polisi menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang telah dibuat dan disepakati bersama.
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis
Ø  Seorang warga aktif dalam mengikuti kegiatan siskamling dengan harapan lingkungan yang dia tinggali aman, nyaman dan tentram.
Ø  Seorang mahasiswa mengerjakan tugas dari dosen selain untuk memenuhi kewajibannya sebagai mahasiswa dia juga berharap untuk dapat memperoleh hasil study yang bagus.
Ø  Ikut bergotong royong dilingkungan desa contohnya ketika seorang warga mempunyai hajat dia turut membantu dengan harapan jika suatu saat dia membutuhkan maka warga yang lain akan turut membantu.
Ø  Melaksanakan kegiatan adat di desa masing – masing agar tidak dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi sebuah kenyamanan bersama.
Ø  Melakukan jumat bersih disekolah bagi semua warga sekolah sehingga kondisi belajar mengajar jadi lebih nyaman.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal
Ø  Seorang suami yang tidak mempunyai uang boleh jadi dia akan mencuri untuk membeli obat untuk keselamatan nyawa istrinya dengan keyakinan menyelematkan kehidupan seseorang merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi dari pada mencuri.
Ø  Dalam sebuah diskusi untuk mencapai musyawarah mufakat kita senantiasa menghormati  pendapat orang lain walaupun bertentangan dengan hatinurani kita.
Ø  Seorang hakim harus yang memberikan vonis kepada suatu perkara sesuai ketentuan hukum walaupun bertentangan dengan hati nuraninya.
Ø  Melaksanakan keputusan hasil musyawarah dengan baik dan benar walaupun tidak sesuai dengan hati kita namun karena karena telah menjadi kepusan bersama tetap kita harus menjalankannya.
Ø  Ketika mendapatkan tugas mendadak diskusi dengan lawan jenis dan tugas itu harus dikumpulkan keesokan harinya, dan kita mengerjakan bersama hingga larut malam niat kita baik untuk mengerjakan tugas namun dimata masyarakat itu pasti dinilai kurang baik.

                                     
                  













DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Daradjat. Z. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Syamsuddin.A. 1997. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S LN. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung:  Remaja Rosdakarya.
Malpalenisatriana.2010. Perkembangan Moral menurut teori Lawrence Kohlberg. http://malpalenisatriana.wordpress.com/2010/11/05/perkembangan-moral-menurut-teori-lawrence-kohlberg/. 9 April 2013

Panti Asuhan Anak Yatim Dan Fakir "Al-Ihsan" Sambibulu.2012. Karakteristik Perkembangan Manusia Aspek Moral. http://ya-ihtisab.blogspot.com/2012/10/karakteristik-perkembangan-manusia.html.10 April 2013

Nonny Sunaryo.2011. Perkembangan Moral-Spiritual. http://umptbo2011.wordpress.com/2011/12/13/perkembangan-moral-spiritual/.10 April 2013


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar